Menteri Keuangan Sri Mulyani Sebut Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa, Token Listrik, dan Voucer!
Mediabritarakyat -- Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja mengeluarkan aturan baru terkait pengenaan dan penghitungan pajak penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Dilansir dari kompas.com, Sri Mulyani menegaskan, aturan tersebut
diberikan untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) dan Pajak Penghasilan ( PPh).
Pengenaan pajak berupa PPN dan PPh atas penyerahan pulsa,
kartu perdana, token listrik, serta voucer sebelumnya sudah berlaku sehingga
tidak ada jenis dan obyek pajak baru.
"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA
PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER," tegas Sri Mulyani,
dikutip dari akun Instagram-nya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021).
gambar milik kompas.com |
"Jadi tidak tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucer," tegasnya.
Untuk diketahui, keputusan tersebut tertuang dalam peraturan
Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021. Pada Pasal 4 beleid tersebut dijelaskan,
PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) oleh pengusaha
penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat
pertama dan atau pelanggan telekomunikasi.
Disamping itu, oleh penyelenggara distribusi tingkat pertama
kepada penyelenggara distribusi tingkat kedua dan atau pelanggan
telekomunikasi. Terakhir, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada
pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya
atau pelanggan telekomunikasi secara langsung, dan penyelenggara distribusi
tingkat selanjutnya.
Sementara, Terkait dengan PPh, pada Pasal 18 dijelaskan
penghitungan dan pemungutan PPh dilakukan atas penjualan pulsa dan kartu
perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua. Beleid tersebut
menjelaskan, penyelenggara distribusi tingkat kedua merupakan pemungut PPh
Pasal 22 maka akan dipungut PPh Pasal 22.
Untuk Pemungut PPh melakukan pemungutan pajak sebesar 0,5 persen dari nilai
yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua dan tingkat
selanjutnya. Pungutan tersebut diambil dari harga jual atas penjualan kepada
pelanggan telekomunikasi secara langsung. Bila wajib pajak (WP) yang dipungut
PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besaran tarif yang
dipungut lebih tinggi 100 persen dari tarif yang diberlakukan, yaitu 0,5
persen.
Namun demikian, pemungutan PPh Pasal 22 tidak berlaku atas
pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat satu dan selanjutnya atau
pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp 2 juta tidak terkena
PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai
sebenarnya lebih dari Rp 2 juta.
Disamping itu, pemungutan PPh 22 juga tidak berlaku kepada
penyelenggara distribusi atau pelanggan yang merupakan wajib pajak bank, atau
telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan PP
Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, dalam PMK tersebut, pemungutan PPN
pulsa dan kartu perdana hanya sampai distributor tingkat II (server).
"Sehingga, untuk rantai distribusi selanjutnya seperti
dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi," jelas
dia.
Tak hanya itu, distributor pulsa juga dapat menggunakan
struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat
lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur). Untuk token listrik, PPN
dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau
selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token
listriknya.
Hestu mengatakan, untuk voucer, PPN hanya dikenakan atas
jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen
penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu sendiri. "Hal ini dikarenakan
voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang
tidak terutang PPN," ujar dia.
Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa/kartu
perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran/penjualan token
listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat
final. Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh
distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucer dalam SPT
Tahunannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan
judul "Sri Mulyani: Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa, Token
Listrik, dan Voucer!", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2021/01/30/091237626/sri-mulyani-tidak-ada-pungutan-pajak-baru-untuk-pulsa-token-listrik-dan-voucer?page=2.
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Erlangga Djumena