Pemerintah bakal menarik pajak pulsa, voucer, token listrik mulai Februari, simak penjelasannya!

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja mengeluarkan aturan terkait penghitungan dan pemungutan pajak untuk penghasilan atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer.


Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 dan berlaku mulai 1 Februari 2021.


"Bahwa kegiatan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucer perlu mendapat kepastian hukum," jelas beleid tersebut seperti dikutip Kompas.com, Jumat (29/1/2021).


Ketentuan pada pasal 2 itu dijelaskan, bahwa PPN diberlakukan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) oleh penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi.


BKP tersebut adalah seperti pulsa dan kartu perdana, baik berupa voucer fisik maupun elektronik.


Tak hanya sampai disitu, PPN juga dipungut atas penyerahan BKP oleh penyedia tenaga listrik. BKP tersebut berupa token listrik yang merupakan BKP yang bersifat strategis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Selain itu, beleid tersebut juga mengatur mengenai pemungutan PPN bagi penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).


Jasa kena pajak atau JKP tersebut meliputi jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi token oleh penyelenggaran distribusi, jasa pemasaran dengan media voucer oleh penyelenggara voucer, serta jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer. Selain itu, juga jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan oleh penyelenggara voucer.


Pada pasal 4 dijelaskan, PPN dikenakan atas penyerahan BKP oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat pertama dan atau pelanggan telekomunikasi.


Disamping itu, oleh penyelenggara distribusi tingkat pertama kepada penyelenggara distribusi tingkat kedua dan atau pelanggan telekomunikasi.


Terakhir, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung, dan penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.


Aturan terkait pungutan PPh


Dalam Aturan mengenai penghitungan dan pemungutan PPh diatur dalam pasal 18.


Didalam pasal tersebut dijelaskan, penghitungan dan pemungutan PPh dilakukan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.


Selain itu, Beleid tersebut menjelaskan, penyelenggara distribusi tingkat kedua merupakan pemungut PPh Pasal 22 maka akan dipungut PPh Pasal 22.


Sementara, Pemungut PPh melakukan pemungutan pajak sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua dan tingkat selanjutnya. 


Pungutan tersebut juga diambil dari harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.


ApaBila wajib pajak (WP) yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) besaran tarif yang dipungut lebih tinggi 100 persen dari tarif yang diberlakukan, yaitu 0,5 persen.


Namun meski demikian, pemungutan PPh Pasal 22 tidak berlaku atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat satu dan selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp 2 juta tidak terkena PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta.


Taka hanya itu, pemungutan PPh 22 juga tidak berlaku kepada penyelenggara distribusi atau pelanggan yang merupakan wajib pajak bank, atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 


Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan secara teknis mekanisme pungutan pajak pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik yang mulai berlaku Februari 2021.


Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Jumat, menyatakan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) ini untuk memberikan kepastian hukum maupun penyederhanaan atas objek pajak.


"Perlu ditegaskan bahwa pengenaan pajak atas penyerahan pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik sudah berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru," katanya.


Ia menjelaskan pungutan PPN untuk pulsa dan kartu perdana hanya dikenakan sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.


"Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur)," katanya.


Untuk voucer, ia menambahkan, pungutan PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu sendiri.


"Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN," kata Hestu.



Sedangkan, menurut dia, pungutan PPN untuk token listrik hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token dan bukan atas nilai token listriknya.


Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa dan kartu perdana oleh distributor, serta PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran maupun penjualan voucer dan token listrik, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.


Terhadap pajak yang telah dipotong tersebut, ia mengatakan nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunan.


"Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa dan kartu perdana, voucer, atau token listrik," kata Hestu.


Sementara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk eBay Marketplace GmbH dan Nordvpn SA sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk digital luar negeri yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.


Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Jumat, mengatakan kedua perusahaan ini akan memungut PPN atas produk dan layanan digital luar negeri yang dijual kepada konsumen di Indonesia mulai 1 Februari 2021.


"Dengan penambahan dua perusahaan sebagai pemungut PPN pajak perdagangan melalui sistem elektronik maka hingga hari ini terdapat 53 pelaku usaha pemungut PPN produk digital luar negeri," katanya.


Ia memastikan DJP Kemenkeu akan terus menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia agar jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital luar negeri terus bertambah.


"Khusus untuk marketplace yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemungut, maka pemungutan PPN hanya dilakukan atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut," katanya.


Dengan tambahan dua entitas usaha ini, maka terdapat 53 perusahaan global yang sudah bekerja sama dengan DJP sejak awal Juli 2020 untuk memungut PPN digital.


Perusahaan yang sebagian besar berada di luar negeri tersebut antara lain Amazon Web Services Inc, Google Asia Pacific Pte. Ltd, Google Ireland Ltd, Google LLC, Netflix International BV dan Spotify AB.


Kemudian Facebook Ireland Ltd, Facebook Payments International Ltd, Facebook Technologies International Ltd, Amazon.com Services LLC dan Audible Inc.


Selanjutnya, Alexa Internet, Audible Ltd, Apple Distribution International Ltd, Tiktok Pte. Ltd, The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd dan LinkedIn Singapore Pte. Ltd.


Selain itu, McAfee Ireland Ltd, Microsoft Ireland Operations Ltd, Mojang AB, Novi Digital Entertainment Pte Ltd, dan PCCW Vuclip (Singapore) Pte Ltd.


Skype Communications SARL, Twitter Asia Pacific Pte Ltd, Twitter International Company, Zoom Video Communications Inc, PT Jingdong Indonesia Pertama, dan PT Shopee International Indonesia.

Ilustrasi

Alibaba Cloud (Singapore) Private Limited, GitHub, Inc, Microsoft Corporation, Microsoft Regional Sales Pte Ltd, UCWeb Singapore Pte Ltd, Coda Payments Pte Ltd, dan To The New Private Limited. sumber antara.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel